Yuk, Belajar Ujaran dan Teladan Rama Mangun
Rp98.000
Buku original
Ukuran buku : 15cm x 23cm
Halaman : 200
Penulis : St. Sularto, dkk.
Genre : SOCIAL SCIENCES
Piring simbol perjamuan, beling simbol ketakutan dan kecurigaan. Dengan piring dimaksudkan siap bersilaturahmi, dengan
beling pemiliknya siap mengamankan diri… Gereja perlu lebih ramah, tidak perlu ketakutan dan jangan menimbulkan ke-curigaan. Dengan tidak dipagari beling, orang dipersilakan datang, dan tidak perlu ada yang disembunyikan. “Ājā kok Pageri Omahmu Nganggo Beling, Pagerānā Nganggo Piring”, (hlm. 19)Rama Mangun, manusia multidimen-sional. Sastrawan, arsitek, pendidik, pemikir, rohaniwan yang tekun, akti-vis gerakan sosial-politik yang peka dalam segala soal, utamanya penghargaan harkat kemanusiaan.“Belajar dari Ujaran, Tindakan dan Gagasan Rama Mangun”, (hlm. viii)
Ada nuansa spontanitas dalam laku politik hati nurani. Sama seperti yang dilakukan Rama Mangun, ia “hanya menulis”. Kata “hanya menulis” dipakai di sini untuk mempertimbangkan dua hal: pertama, aktivitas menulisnya tak sedahsyat ketimbang usaha perpolitikan lain yang mengandung unsur penggalangan massa, membuat ideologi tertentu atau mendesakkan kepentingan kelompok; kedua, kata hanya dipakai di sini justru untuk memberikan nilai lebih
pada aktivitas menulis yang dilakukan oleh Rama Mangun, karena dalam tulisan-tulisannnya tampak penjernihan yang dilakukan. “Politik Hati Nurani: Pengabdian pada Kemanusiaan”, (hlm. 58) Kini istilah “altar” dan “pasar” populer dipakai. Umat yang baik dan Gereja yang baik, tentu saja yang bagus penghayatan imannya di “altar” dan di “pasar”. Zaman dulu “altar” dan “pasar” itu lebih populer dikatakan sebagai “ora et labora”, berdoa dan bekerja.
Repotnya Gereja Diaspora yang dicita-citakan Rama Mangun masih terbentur pada kecenderungan umat yang lebih dekat dengan “altar” dan gamang pada” pasar”. “Gereja Diaspora, Teologi Masa Kini”, (hlm. 122).
Buku original
Ukuran buku : 15cm x 23cm
Halaman : 200
Penulis : St. Sularto, dkk.
Genre : SOCIAL SCIENCES
Piring simbol perjamuan, beling simbol ketakutan dan kecurigaan. Dengan piring dimaksudkan siap bersilaturahmi, dengan beling pemiliknya siap mengamankan diri… Gereja perlu lebih ramah, tidak perlu ketakutan dan jangan menimbulkan ke-curigaan. Dengan tidak dipagari beling, orang dipersilakan datang, dan tidak perlu ada yang disembunyikan. “Ājā kok Pageri Omahmu Nganggo Beling, Pagerānā Nganggo Piring”, (hlm. 19)Rama Mangun, manusia multidimen-sional. Sastrawan, arsitek, pendidik, pemikir, rohaniwan yang tekun, akti-vis gerakan sosial-politik yang peka dalam segala soal, utamanya penghargaan harkat kemanusiaan.
“Belajar dari Ujaran, Tindakan dan Gagasan Rama Mangun”, (hlm. viii)
Ada nuansa spontanitas dalam laku politik hati nurani. Sama seperti yang dilakukan Rama
Mangun, ia “hanya me-nulis”. Kata “hanya menulis” dipakai di sini untuk mempertimbangkan
dua hal: pertama, aktivitas menulisnya tak sedahsyat ketimbang usaha perpolitikan lain yang mengandung unsur penggalangan massa, membuat ideologi tertentu atau mendesakkan kepentingan kelompok; kedua, kata hanya dipakai di sini justru untuk memberikan nilai lebih
pada aktivitas menulis yang dilakukan oleh Rama Mangun, karena dalam tulisan-tulisannnya tampak penjernihan yang dilakukan.
“Politik Hati Nurani: Pengabdian pada Kemanusiaan”, (hlm. 58)
Kini istilah “altar” dan “pasar” populer dipakai. Umat yang baik dan Gereja yang baik, tentu saja yang bagus penghayatan imannya di “altar” dan di “pasar”. Zaman dulu “altar”
dan “pasar” itu lebih populer dikatakan sebagai “ora et labora”, berdoa dan bekerja.
Repotnya Gereja Diaspora yang dicita-citakan Rama Mangun masih terbentur pada kecenderungan umat yang lebih dekat dengan “altar” dan gamang pada” pasar”.
“Gereja Diaspora, Teologi Masa Kini”, (hlm. 122).
Weight | 0,4 kg |
---|---|
Dimensions | 15 × 2 × 23 cm |
Only logged in customers who have purchased this product may leave a review.
Reviews
There are no reviews yet.